Paging

Jumat, 20 November 2015

TUHAN MAHA ROMANTIS

Sudah lima hari anak saya yang pertama, Kalky, dirawat di rumah sakit. Selama itu pula saya selalu berpikir bahwa Tuhan sedang memberi keluarga saya ujian berat… Sampai pagi ini, sebuah berita duka dari seorang teman mengentak kesadaran saya: Ia baru saja kehilangan anak keduanya.
Saya terdiam beberapa saat setelah membaca berita duka itu. Saya menatap Kalky yang masih tertidur lelap. Selang infus masih menjuntai mengalirkan cairan bening ke lengan kirinya. Betapa luput selama ini saya dari rasa syukur.
Sebagai manusia, kita memang sering salah sangka pada rencana indah Tuhan. Kita selalu punya tendensi untuk melihat ujian melulu sebagai musibah belaka. Padahal, bisa jadi, kemalangan yang sedang kita rasakan adalah cara Tuhan mencurahkan kasih sayangNya. Hanya tinggal kita bisa memeras saripati hikmahNya atau tidak… tinggal bagaimana kita menunda segala buruk sangka untuk menemukan cahaya di ujung gelap.
“Mi, gimana kalau rencana liburan akhir tahun ini kita tunda aja?” Tanya saya pada Rizqa, istri saya.
Ia mengangguk setuju. “Iya, nggak apa-apa. Kita bisa cari kesempatan lainnya, kok.” Jawabnya. “Mudah-mudahan ada rejekinya.”
Saya terdiam sejenak. “Kalau Kalky nggak sakit dan dirawat di Rumah Sakit, padahal kita bisa liburan, ya?” Ujar saya, menyesal.
Rizqa menggelengkan kepalanya. “Belum tentu,” katanya, “Bisa jadi justru kita bakal nyesel mengapa kita punya kesempatan buat liburan.” Sambungnya sambil tersenyum.
Saya mengangguk setuju. Saya bersyukur tak sedikitpun diberi pengetahuan tentang apa yang akan terjadi besok. Hidup tak akan menarik lagi, selain akan kehilangan maknanya, jika kita sudah mengetahui apa yang akan terjadi di kemudian hari, bukan?
Lagi-lagi pelajaran tentang hidup.
Pertanyaan saya : "Sudahkan Kita Bersyukur di Hari ini ?" :")  

Diambil dari : Facebook FAHD PAHDEPIE

Kamis, 19 November 2015

Kisah Petani Jagung



Ayah adalah tipe pebisnis yang membuatku tak habis pikir. Jika kebanyakan orang berbisnis, tak ingin membagi resep rahasia, ataupun ilmu utamanya, Ayah justru sebaliknya. Ayah tak pernah pelit untuk berbagi ilmu, dari sekian pegawai yang dimilikinya, semuanya diajarinya untuk membuat sepatu. Tak ada satupun ilmu yang ia sembunyikan. Tak hanya itu, didorongnya mereka untuk lepas dan mandiri dari ayah.

Aku dan Mas Agus waktu itu sampai terheran-heran. Mendidik pegawainya untuk mandiri bukankah justru akan melahirkan pesaing baru bagi usaha Ayah?

Ayah menjelaskan konsepnya dengan satu kisah sederhana. Kisah yang masih aku ingat sampai sekarang.
“Bapak pernah cerita ke kalian tentang kisah seorang petani jagung yang berhasil?”
Aku dan Mas Agus hanya menggeleng.

“Alkisah ada seorang petani jagung yang sangat sukses.”, Ayah berhenti mengambil nafas sejenak.
Aku dan Mas Agus pasang telinga, antusias mendengarkan.

Dengan nada layaknya seorang pendongeng ia melanjutkan, “Di negerinya, setiap tahun diadakan kontes jagung, untuk mencari petani mana yang menghasilkan jagung terbaik. Petani sukses tadi, dia sering memenangkan kontes jagung tersebut. Tak hanya sekali, namun berkali-kali dan boleh dikata, setiap kontes jagung diadakan petani inilah pemenangnya. Kalian tahu rahasianya?” Tanya Ayah ke arah kami.

“Pupuk rahasia?”, Mas Agus coba mejawab.

 “Bukan, bukan itu rahasianya. Suatu waktu seorang wartawan bertanya pada petani sukses ini, apa formula rahasianya dia bisa memenangkan kontes jagung tersebut sampai berkali-kali. Si petani menjawab, 'tak ada formula rahasia, aku hanya membagikan benih-benih jagung terbaikku kepada petani tetangga-tetanggaku”

“Lho, benih  jagung terbaiknya kok malah diberikan ke tetangga? Tapi kok dia yang menang? Aneh!”, tanyaku.

“Itu dia kuncinya”, Ayah tersenyum. “Alin di sekolah sudah belajar IPA kan? Tentang tanaman yang punya serbuk sari dan putik?”

“Sudah” jawabku sambil mengangguk.
“Kita tahu bahwa angin menerbangkan serbuk sari dari bunga-bunga yang masak, lalu menebarkannya dari satu ladang ke ladang yang lain.”, tangan ayah bergerak-gerak bak seorang pendongeng.

“Coba bayangkan Jika tanaman jagung tetangga buruk, maka serbuk sari yang ditebarkan ke ladang petani sukses ini pun juga buruk. Ini tentu menurunkan kualitas jagungnya.”
Kakakku manggut-manggut mulai paham.

Ayah melanjutkan “Sebaliknya jika tanaman jagung tetangga baik, maka serbuk sari yang dibawa angin dari ladang jagung mereka akan baik pula, disinilah bila kita ingin mendapatkan hasil jagung yang baik, kita harus menolong tetangga kita untuk mendapatkan jagung yang baik pula.

“Begitu pula dengan hidup kita Nak. Jika kita ingin meraih keberhasilan, maka kita harus menolong orang sekitar menjadi berhasil pula. Mereka yang ingin hidup dengan baik harus menolong orang disekitarnya untuk hidup dengan baik pula. “, Ayah menutup ceritanya dengan bijak.

Sumber : Sepatu Terakhir, Novel Inspiratif
Diambil dari : http://www.kisahinspirasi.com

Rabu, 18 November 2015

Kisah Penjual Bakso





Di suatu senja sepulang kantor, saya berkesempatan untuk mengurus tanaman di depan rumah, sambil memperhatikan beberapa anak asuh yang sedang belajar menggambar peta, juga mewarnai. Hujan rintik rintik pun menyertai di setiap sore di awal musim hujan ini.

Di kala tangan sedikit berlumuran tanah kotor...terdengar suara tek...tekk.. .tek...suara tukang bakso dorong lewat. Sambil menyeka keringat..., ku hentikan tukang bakso itu dan memesan beberapa mangkok bakso.

Selesai makan bakso, lalu saya membayarnya.

Ada satu hal yang memunculkan pertanyaan di fikiranku ketika saya membayarnya, si tukang bakso memisahkan uang yang diterimanya. Yang satu disimpan dilaci, yang satu ke dompet, yang lainnya ke kaleng bekas kue semacam kencleng. 

Kemudian aku bertanya atas rasa penasaranku ini.

"Mang boleh tahu, kenapa uang - uang itu mamang  pisahkan? Barangkali ada tujuanNya ?"
Lalu mamang bakso itu menjawab "Iya pak, memang saya memisahkan uang tersebut jarena adatujuannya dan ini sudah saya lakukan selama jadi tukang bakso kurang lebih 17 tahun.

Tujuannya sederhana saja, mamang hanya ingin memisahkan mana yang menjadi hak mamang, mana yang menjadi hak orang lain / tempat ibadah, dan mana yang menjadi hak cita-cita penyempurnaan iman ".

"Maksudnya.. ...?", saya melanjutkan bertanya.

"Iya Pak, kan agama dan Tuhan menganjurkan kita agar bisa berbagi dengan sesama. Mamang membagi 3, dengan pembagian sebagai berikut :

1. Uang yang masuk ke dompet, artinya untuk memenuhi keperluan hidup sehari - hari Mamang dan keluarga.

2. Uang yang masuk ke laci, artinya untuk infaq/sedekah, atau untuk melaksanakan ibadah Qurban. Dan alhamdulillah selama 17 tahun menjadi tukang bakso, mamang diberi kesempatan oleh Allah ikut qurban se ekor kambing, meskipun kambingnya yang ukuran sedang saja.

3. Uang yang masuk ke kencleng, karena mamang ingin menyempurnakan agama. Salah satu rukun iman di dalam Islam mewajibkan kepada umatnya yang mampu, untuk melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji ini tentu butuh biaya yang besar. Mamang berdiskusi dengan istri dan istri menyetujui bahwa di setiap penghasilan harian hasil jualan bakso ini harus menyisihkan sebagian penghasilan sebagai tabungan haji. Dan insya Allah selama 17 tahun menabung, sekitar 2 tahun lagi mamang dan istri akan melaksanakan ibadah haji.

Mendengar jawaban dari mamang bakso tersebut hati saya sangat tersentuh.
Sungguh sebuah jawaban sederhana yang sangat mulia. Bahkan mungkin kita yang memiliki nasib sedikit lebih baik dari mamang tukang bakso tersebut, belum tentu memiliki fikiran dan rencana indah dalam hidup seperti itu. Dan seringkali berlindung di balik tidak mampu atau belum ada rejeki.

Saya melanjutkan sedikit pertanyaan, sebagai berikut : "Bukannya  ibadah haji itu hanya diwajibkan bagi yang mampu, termasuk memiliki kemampuan dalam biaya....".

Ia menjawab, " Itulah sebabnya Pak. Mamang justru malu kalau bicara soal mampu atau tidak mampu ini. Karena definisi mampu bukan hak pak RT atau pak RW, bukan hak pak Camat ataupun MUI sekalipun.

Definisi "mampu" adalah sebuah definisi dimana kita diberi kebebasan untuk mendefinisikannya sendiri. Kalau kita mendefinisikan diri sendiri sebagai orang tidak mampu, maka mungkin selamanya kita akan menjadi manusia tidak mampu. Sebaliknya kalau kita mendefinisikan diri sendiri, "mampu", maka Insya Allah dengan segala kekuasaan dan kewenangannya Allah akan memberi kemampuan pada kita".

"Masya Allah..., sebuah jawaban elegan dari seorang tukang bakso".

Sahabat-sahabat sekalian banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari percakapan di atas. Salah satunya cara dari seorang mamang bakso keliling dalam menyempurnakan ibadah kepada Allah sungguh sangat memberikan inspirasi. Semoga kita semua dapat menjadi tamunya allah yang mulia. 

Senin, 16 November 2015

Setiap Amalan Dalam Kesulitan Terkandung Pahala Yang Sangat Besar

Sahabat Dunia Islam, Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam pernah bercerita tentang pertemuan seorang laki-laki dengan seekor anjing dalam sebuah tempat tak jauh dari sumur. Kisah perjumpaan itu dimulai ketika tenggorokan lelaki tersebut betul-betul telah kering.

Lelaki ini terus melangkah meski dahaga menyiksanya sepanjang perjalanan, hingga ia menemukan sebuah sumur, lalu terjun dan meminum air di dalamnya. Air yang mengaliri kerongkongnya cukup untuk menyembuhkan rasa haus itu. Lidahnya kembali basah, tenaganya sedikit bertambah.

Saat keluar dari lubang laki-laki ini terperanjat. Di hadapan matanya sedang berdiri seekor anjing dengan muka memelas. Napasnya kempas-kempis. Lidahnya menjulur-julur. “Anjing ini pasti mengalami dahaga sangat seperti yang telah aku derita,” kata si lelaki.

Laki-laki tersebut seperti menyadari bahwa meski haus, anjing sekarat itu tak mugkin turun ke dalam sumur karena tindakan ini bisa malah mencelakakanya. Seketika ia terjun kembali ke dalam sumur. Sepatunya ia penuhi dengan air, dan naik lagi dengan beban dan tingkat kesulitan yang bertambah. Si lelaki bahagia bisa berbagi air dengan anjing.

Apa yang selanjutnya terjadi pada lelaki itu?

Rasulullah berkata, “Allah berterima kasih kepadanya, mengampuni dosa-dosanya, lantas memasukkannya ke surga.” Para sahabat bertanya, “Wahai, Rasulullah! Apakah dalam diri binatang-binatang terkandung pahala-pahala kita?”

“Dalam setiap kesulitan mencari air terkandung pahala,” sahut Nabi.

Kisah di atas mengingatkan kita pada keharusan bersifat welas asih kepada sesama makhluk, termasuk binatang. Tapi, bukankah anjing adalah binatang haram? Bukankah keringat dan air liurnya termasuk najis tingkat tinggi dan karenanya harus dijauhi?

Setiap Amalan Dalam Kesulitan Terkandung Pahala Yang Sangat Besar , Cerita tersebut Rasulullah justru menyadarkan kita bahwa status haram dan najis tak otomatis berbanding lurus dengan anjuran membenci, melaknat, dan menghinakan. Bukankah Rasulullah pernah berujar, “Irhamû man fil ardl yarhamkum man fis samâ’ (sayangilah yang di bumi, niscaya yang di langit akan menyayangimu.”

Sumber: NU Online

Minggu, 25 Oktober 2015

Pengamalan Tergantung dengan Niatnya


Dalam berbuat sesuatu atau beramal, hendaknya kita selalu menata niat kita. Karena pengamalan itu dicatat berdasarkan niatnya.
أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Shohih Bukhori, Kitab Permulaan Wahyu, Bab Permulaan Wahyu.

Isi hadits di atas (tanpa penjabaran isnad) yaitu:
Rosululloh SAW pernah bersabda yang isinya: Sesungguhnya setiap amal (perbuatan) tergantung niatnya. Dan sesungguhnya bagi tiap orang tergantung apa yang dia niatkan. Maka barang siapa berniat hijroh (melakukan sesuatu) untuk dunia yang ingin dicapainya, atau untuk seorang wanita yang ingin dia nikahi, maka hijrohnya (melakukan sesuatu itu) adalah pada apa yang dia niatkan.
Penjelasan hadits di atas:
Semua perbuatan hendaknya selalu diniati karena Allah. Ingin mendapatkan ridho Allah, ingin masuk surga selamat dari neraka. Walaupun urusan dunia seperti pekerjaan, hendaknya selalu diniati karena Allah. Dari pekerjaan yang kita kerjakan, sebagian darinya kita infaq-kan di jalan Allah. Karena infaq itu adalah perintah Allah, salah satunya seperti tercantum dalam Surat Albaqoroh ayat 254

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ ...

Wahai orang-orang yang beriman, infaq-kanlah sebagian dari rezeki yang telah Kami (Allah) berikan padamu ... (al-ayah)

Atau mungkin juga, dari pekerjaan itu, kita niatkan untuk mendapatkan pengalaman yang bisa diimplementasikan untuk menolong agama Allah. Ingatlah dalam surat Muhammad ayat 7, bahwa bagi orang iman yang menolong agama Allah, akan ditolong juga oleh Allah.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ ...
Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong pada (agama) Allah, maka Allah akan menolong kalian ... (al-ayah)
Apalagi dalam acara keagamaan, hendaknya tetap diniati karena Allah. Jangan diniati ingin mendapatkan perhatian dari lawan jenis, ingin mendapatkan uang, ingin mendapatkan ketenaran, dll. Malaikat hanya ditugaskan mencatat, namun yang tahu kondisi hati adalah hanya kita dan Allah.
Lalu, bagaimana jika kita sudah berusaha niat karena Allah, tetapi tidak bisa juga? Apakah keluar saja dari pengajian? Tentu saja tidak, karena keimanan itu datangnya bertahap. Seperti yang terjadi pada suku arab pedalaman yang diabadikan oleh Allah dalam Surat Al-Hujurat ayat 14:
قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا ۖ قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَٰكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ ...
Berkata orang arab pedalaman: "Kami telah beriman". Katakanlah Muhammad: "Kalian belum beriman. Namun katakanlah: "Kami telah Islam". Karena iman itu belum masuk ke dalam hati kalian (al-ayah)
Semoga Allah memberikan manfaat dan barokah.

Sumber : http://www.ldii.or.id/id/nasehat/1780-pengamalan-tergantung-dengan-niatnya.html

Kamis, 22 Oktober 2015

SEJARAH PUASA ASYURO

Hari Asyura atau 10 Muharram adalah hari yang agung, pada hari tersebut Allah menyelamatkan nabi Musa dan Harun AS salam dan Bani Israil dari pengejaran Fir’aun dan bala tentaranya di Laut Merah. Untuk mensyukuri nikmat yang agung tersebut, kaum Yahudi diperintahkan untuk melaksanakan puasa Asyura. Perhatikan dalil berikut :

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ السَّخْتِيَانِيُّ عَنْ ابْنِ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ وَجَدَهُمْ يَصُومُونَ يَوْمًا يَعْنِي عَاشُورَاءَ فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ وَهُوَ يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَأَغْرَقَ آلَ فِرْعَوْنَ فَصَامَ مُوسَى
شُكْرًا لِلَّهِ فَقَالَ أَنَا أَوْلَى بِمُوسَى مِنْهُمْ فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ

Telah bercerita kepada kami [‘Ali bin ‘Abdullah] telah bercerita kepada kami [Sufyan] telah bercerita kepada kami [Ayyub as-Sakhtiyaniy] dari [Ibnu Sa’id bin Jubair] dari [bapaknya] dari [Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma] bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika tiba di Madinah, Beliau mendapatkan mereka (orang Yahudi) melaksanakan shaum hari ‘Asyura (10 Muharam) dan mereka berkata; “Ini adalah hari raya, yaitu hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan Fir’aun.

Lalu Nabi Musa ‘Alaihissalam mempuasainya sebagai wujud syukur kepada Allah”. Maka Beliau bersabda: “Akulah yang lebih utama (dekat) terhadap Musa dibanding mereka”. Maka Beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan ummat Beliau untuk mempuasainya. (HR. BUKHORI 1865)

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا يَحْيَى حَدَّثَنَا هِشَامٌ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبِي عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُهُ فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ فَلَمَّا نَزَلَ رَمَضَانُ كَانَ رَمَضَانُ الْفَرِيضَةَ وَتُرِكَ عَاشُورَاءُ فَكَانَ مَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ لَمْ يَصُمْهُ

Telah menceritakan kepadaku [Muhammad bin Al Mutsanna] Telah menceritakan kepada kami [Yahya] Telah menceritakan kepada kami [Hisyam] dia berkata; Telah mengabarkan kepadaku [Bapakku] dari [Aisyah radliallahu ‘anha] dia berkata; Dahulu hari ‘Asyura adalah hari yang orang-orang Quraisy pergunakan pada masa Jahiliyah untuk berpuasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melakukan puasa itu.

Tatkala sampai di Madinah beliau berpuasa pada hari itu dan pernah memerintahkan untuk berpuasa (pada hari itu), namun ketika perintah puasa ramadlan turun dan diwajibkan, maka puasa ‘Asyura ditinggalkan. Akhirnya barang siapa yang ingin berpuasa ‘Asyura hendaklah berpuasa, dan barangsiapa yang tidak ingin, maka tinggalkanlah.(HR. BUKHORI 4144)

Menurut hadist diatas puasa asyura dilaksanakan tanggal 10 muharam, tapi tahukah saudara ? ada hadist yang menjelaskan lebih lanjut seperti dibawah ini.
و حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْحُلْوَانِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنِي إِسْمَعِيلُ بْنُ أُمَيَّةَ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا غَطَفَانَ بْنَ طَرِيفٍ الْمُرِّيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُا حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dan Telah menceritakan kepada kami [Al Hasan bin Ali Al Hulwani] telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Maryam] telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Ayyub] telah menceritakan kepadaku [Isma’il bin Umayyah] bahwa ia mendengar [Abu Ghathafan bin Tharif Al Murri] berkata, saya mendengar [Abdullah bin Abbas] radliallahu ‘anhuma berkata saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada hari ‘Asyura`dan juga memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa; Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, itu adalah hari yang sangat diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nashrani.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Pada tahun depan insya Allah, kita akan berpuasa pada hari ke sembilan (Muharram).” Tahun depan itu pun tak kunjung tiba, hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat. (HR. MUSLIM 1916)
Menurut hadist diatas nabi hanya berpuasa pada Tanggal 10 saja, dan
seandainya nabi masih hidup hingga tahun depan, nabi akan memulai
puasa Asyura dari tanggal Sembilan.
Perbandingan hadist lainnya,

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ عَنْ يُونُسَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِصَوْمِ عَاشُورَاءَ يَوْمُ الْعَاشِرِ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ ابْنِ عَبَّاسٍ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَاخْتَلَفَ أَهْلُ الْعِلْمِ فِي يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ يَوْمُ التَّاسِعِ و قَالَ بَعْضُهُمْ يَوْمُ الْعَاشِرِ وَرُوِيَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ صُومُوا التَّاسِعَ وَالْعَاشِرَ وَخَالِفُوا الْيَهُودَ وَبِهَذَا الْحَدِيثِ يَقُولُ الشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ وَإِسْحَقُ
Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] telah menceritakan kepada kami [‘Abdul Waris] dari [Yunus] dari [Al Hasan] dari [Ibnu Abbas] dia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk berpuasa ‘Asyura’ pada hari kesepuluh. Abu ‘Isa berkata, hadits Ibnu Abbas merupakan hadits hasan shahih. Para ulama berselisih pendapat mengenai shaum ‘Asyuro’, sebagian mereka mengatakan, (‘asyuro’) tanggal sembilan, sebagian lagi mengatakan, hari kesepuluh. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwasanya beliau berkata, berpuasalah pada hari kesembilan dan kesepuluh dan selisihilah orang-orang Yahudi. Perkataan ini juga merupakan pendapatnya syafi’I, Ahmad dan Ishaq. (HR. tirmidzi 686)

Jadi dapat disimpulakan bahwa Nabi Telah berniat untuk puasa Asyuro yaitu tanggal 9 dan 10 Muharam, nabi SAW melakukan hal demikian untuk menyelisihi orang yahudi yang berpuasa ditanggal 10 muharam saja. Walaupun nabi tidak sempat melaksanakan puasa asyuro (tanggal 9 muharom), tapi nabi telah perintah kepada sahabat untuk melaksanakan puasa asyura (seperti yang dijelaskan hadist diatas), mengingat kefadholannya yang besar yaitu diampuni dosanya setehun sebelumnya seperti yang dijelaskan hadist dibawah ini :
KEUTAMAAN PUASA ASYURO

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ وَأَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ الضَّبِّيُّ قَالَا حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ غَيْلَانَ بْنِ جَرِيرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَعْبَدٍ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ إِنِّي أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ 

Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] dan [Ahmad bin ‘Abdah Adl Dlabi] keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Zaid] dari [Ghailan bin Jarir] dari [Abdullah bin Ma’bad] dari [Abu Qatadah] bahwasanya Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Shaum hari ‘Asyura’ -saya berharap dari Allah- dapat menghapuskan dosa-dosa pada tahun sebelumnya.”(HR Tirmidzi 683)

Demikianlah keafdholan dari puasa Asyuro maka dari itu jangan dilewatkan. Insya Allah puasa akan jatuh pada tanggal 22-23 Oktober 2015. Selamat mencari keutamaan.(ibl)

Rabu, 21 Oktober 2015

Indahnya Surga Di depan Mata

Sepotong surga bisa dihadirkan di dunia melalui keluarga yang bahagia dan tenteram. Caranya, baik suami dan istri, serta anak-anak dapat memenuhi kewajibannya sebagaimana yang Allah SWT dan Rasulullah SAW perintahkan.
 
“Baiti jannati, rumahku adalah surgaku, merupakan cita-cita nabi Muhammad SAW dalam berumah tangga,” kata Ustadz Toyyibun dalam ceramahnya di mesjid Baitul Faqih. Dia juga memberikan tips mewujudkan kehidupan berumah tangga seperti kehidupan di surga.

Dunia terkecil di alam semesta ini ialah keluarga. Pada umumnya, keluarga terdiri dari orangtua dan anak. Masing-masing anggota keluarga ini memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi agar terwujud sebuah rumah tangga yang harmonis dan bahagia.

Dalam ceramahnya untuk warga LDII pada tingkat PC dan PAC se-kota Depok di masjid Baitul Faqih (22/3), Ustadz Toyyibun menjelaskan bahwa rumah tangga yang baik adalah rumah tangga yang semua anggota di dalamnya bisa saling menghormati dan saling menghargai, mengerti hak dan kewajiban masing-masing. Orangtua bisa menghargai anaknya dan anak bisa menghormati orangtuanya.

“Orangtua harus memperhatikan pendidikan anak-anak terutama pendidikan agamanya. Anak adalah tambang emas bagi orang tua apalagi ketika orang tua sudah meninggal, maka doa anak-anaklah yang bisa menjadi tambahan pahala bagi orang tua,” kata Ustadz Toyyibun. Salah mendidik anak memang merupakan kesalahan fatal yang dapat menyengsarakan orangtua di dunia bahkan di akhirat, karena baik buruknya peramutan orangtua pada anak akan dipertanggung jawabkan di sisi Allah SWT.
“Didiklah anak sesuai contoh di dalam Alquran, misalnya, membiasakan memanggil anak dengan sebutan ‘nak’ seperti yang dilakukan oleh Luqman dan Nabi Ya’qub kepada anak-anaknya. Bila hal itu sering dilakukan, maka lama kelamaan rasa menghormati pada orangtua akan tertanam di hati anak,” tambahnya.
Sesibuk apapun kegiatan masing-masing anggota keluarga, hak dan kewajiban masing-masing tetap harus terpenuhi. Seorang istri, misalnya, sesibuk apapun pekerjaannya istri tetap mempunyai kewajiban taat dan hormat pada suami. 

Contoh lagi, setua apapun usia anak, dia tetap punya kewajiban taat dan menghormat pada orangtua.
Selain itu, Ustadz Toyyibun juga menyarankan pada orangtua untuk menciptakan suasana damai di dalam rumah dengan membiasakan berkata yang baik-baik dan meramaikan rumah dengan lantunan Alquran yang dibacakan oleh masing-masing anggota keluarga. “Jangan memaki-maki anak karena apapun yang diucapkan orang tua pada anaknya adalah doa. Buat waktu berkualitas dengan bersama-sama membaca Alquran. Ayahnya baca, ibunya baca ya anak-anaknya juga ikutan baca, biar suasana tenteram tercipta di dalam rumah,” kata ustadz yang berasal dari Solo ini.

Di dalam setiap rumah tangga wajar terjadi ketidakcocokkan atau muncul beberapa masalah yang membuat sedih. Maka cara terbaik menghadapinya ialah bersabar dan bersikap tenang dalam menyelesaikan masalahnya. Hindari kata-kata kasar atau bentakan yang hanya akan memperparah keadaan. (LINES Depok/Foto: Hijapedia)

Sumber : http://www.ldii.or.id/id/nasehat/1651-keindahan-surga-di-depan-mata.html