Dulu ketika aku masih kecil, Ayah dan Ibu selalu mendidikku bagaimana cara Aku menghadapi bumi serta alam ini, seperti; menghadapi perilaku manusia, hewan dan tumbuhan di muka bumi ini. Bukan hanya Aku, tetapi temanku (Rangga) juga diajari oleh kedua orangtuaku tentang itu semua, Kami menganggap Rangga seperti keluarga Kami sendiri, dan dia hanya memiliki seorang Ibu yang harus membanting tulang demi hidup dan kehidupannya. Saat musim kemarau tiba Ayah dan Ibu memberi kami satu buah bibit dan kebenaran juga Ayahku memiliki halaman yang luas di belakang rumah.
“Bibit apa ini Ayah?” Tanyaku
“Ini adalah bibit jati nak.” Jawab Ayah
“Lalu untuk apa ayah memberikan ini kepadaku?”
“Ayah ingin Kamu dan Rangga menanam bibit ini di halaman belakang rumah, nak.”
“Baik Ayah nanti Aku dan Rangga akan menanamnya”
“Ayah ingin Kalian bisa menjadikan halaman rumah kita penuh dengan pohon jati”
“Lalu apa alasannya Ayah memberiku bibit ini? Kenapa tidak bibit yang lainnya?”
“Pohon jati ini bermanfaat untukmu dimasa depan dan pohon ini berfungsi menghijaukan bumi dan memiliki nilai ekonomi tinggi, nak.”
“Terima kasih ayah nanti sore kami Aku dan Rangga segera menanamnya untuk menghijaukan halaman rumah Kita.”
“Ini adalah bibit jati nak.” Jawab Ayah
“Lalu untuk apa ayah memberikan ini kepadaku?”
“Ayah ingin Kamu dan Rangga menanam bibit ini di halaman belakang rumah, nak.”
“Baik Ayah nanti Aku dan Rangga akan menanamnya”
“Ayah ingin Kalian bisa menjadikan halaman rumah kita penuh dengan pohon jati”
“Lalu apa alasannya Ayah memberiku bibit ini? Kenapa tidak bibit yang lainnya?”
“Pohon jati ini bermanfaat untukmu dimasa depan dan pohon ini berfungsi menghijaukan bumi dan memiliki nilai ekonomi tinggi, nak.”
“Terima kasih ayah nanti sore kami Aku dan Rangga segera menanamnya untuk menghijaukan halaman rumah Kita.”
Sejak satu bibitku tumbuh menjadi pohon besar Ayah dan Ibu mulai suka bertengkar, aku tidak tahu apa yang mereka debatkan, bahkan hingga aku sebesar ini salah satu dari mereka tidak ada yang memberitahu tentang itu dan pada waktu itu jugalah Ayah pergi meninggalkan kami dan aku tidak bisa berbuat apa-apa karena aku pun tidak tahu permasalahannya lagi pula aku juga belum cukup umur untuk mengerti itu semua. Tetapi saat ini aku menyesal dengan berpisahnya Ayah dan Ibu, karena Ibu harus membanting tulang juga seperti Ibunya Rangga. Aku dan Rangga memiliki nasib yang sama, dengan terjadinya itu semua akhirnya Aku dan Rangga mulai menyebarkan bibit-bibit ke halaman untuk menjadikan lebih banyak lagi pohon di halaman yang sangat bermanfaat untuk hidup kami. Kami terus berusaha untuk mencapai keinginan memiliki kebun yang juga bisa membantu usaha orang lain atau bekerjasama dengan warga setempat.
“Don, apa yang kamu fikirkan lagi jika semua bibit-bibit ini telah tumbuh menjadi pohon-pohon yang memenuhi seluruh halaman ini?” Tanya Rangga.
“Hmm, aku sih masih bingung juga lebih baik kita tunggu saja semuanya tumbuh dan baru kita memikirkannya lagi?” Jawab Doni.
“Tidak bisa begitu, yang ada nanti akan merapatkan fikiran kita, agar semua ini menjadi penghasilan besar bagaimana jika kita membuka usaha kayu jati saja?”
“Wah pintar kamu, kalau semuanya berhasil kita lakukan, kita akan bisa lebih mudah meringankan Ibu kita untuk bekerja.”
“Benar, bukan hanya itu Don, bahkan mereka tidak perlu bekerja lagi demi kita”
“Ya mulai sekarang kita harus lebih giat lagi mengurus semuanya dan kita harus berusaha demi Ibu kita Don.”
“Hmm, aku sih masih bingung juga lebih baik kita tunggu saja semuanya tumbuh dan baru kita memikirkannya lagi?” Jawab Doni.
“Tidak bisa begitu, yang ada nanti akan merapatkan fikiran kita, agar semua ini menjadi penghasilan besar bagaimana jika kita membuka usaha kayu jati saja?”
“Wah pintar kamu, kalau semuanya berhasil kita lakukan, kita akan bisa lebih mudah meringankan Ibu kita untuk bekerja.”
“Benar, bukan hanya itu Don, bahkan mereka tidak perlu bekerja lagi demi kita”
“Ya mulai sekarang kita harus lebih giat lagi mengurus semuanya dan kita harus berusaha demi Ibu kita Don.”
Ketika pohon-pohon itu sudah besar dan kami pun jadi membuka usaha kayu jati yang ternama di kampung kami, dan setelah kayu jati siap dipotong kami mengadakan lelang yang terbuka sehingga peluang kami meningkat dan usaha kami berkembang pesat. Saat itu Ibu kami menangis dan tertawa bahagia dapat melihat kami sukses. Tetapi mungkin saat ini Aku tidak dapat melihat Ibu bahagia disini, dan Aku tahu Ibu pasti bahagia melihatku di surga sana. Hingga saat ini aku masih terus mengingat pesan Ibu sebelum pergi “Jika kamu sudah semakin sukses nanti, Ibu tidak ingin Kamu menjadi anak yang sombong dan tinggi hati”. Merasakan kesuksesan ini Aku sangat berterima kasih kepada Ibuku, karena dia aku memiliki semangat tinggi untuk menjadi orang sukses dan Ibuku adalah alasanku untuk berusaha keras menjadi anak berbakti dan sukses seperti saat ini. Bukan hanya Aku tetapi Rangga juga merasakan hal yang sama seperti Aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar